Bumi
Pasundan. Tidak pernah berpikir akan
cinta dengan kota ini. Aku yang berstatus sebagai warga Bogor, telah jatuh hati
pada kota kembang dan kota sejuta taman ini.
Keputusan
yang sulit pada waktu itu. Rencanaku ke
Bandung untuk mengunjungi Chaca dan Nindy, dua sahabatku sejak SMP, nyaris
gagal. Pasalnya, SB IPB yang sedang melaksanakan team building para dosennya, memberi mahasiswa-mahasiswinya libur
selama 9 hari. Terhitung dari tanggal 20 hingga 28 Mei 2017. Tetapi, berita itu
tidak bertahan lama, karena tiba-tiba datang kabar dari komti kelas bahwa
tanggal 26 Mei ternyata ada jadwal kuliah. Dang!
Aku memang bukan perantau dan tidak pernah mengalami culture shock separah teman-temanku yang datang dari daerah lain,
terutama dari luar Pulau Jawa. Walaupun begitu, aku bisa merasakan bagaimana
perasaan teman-temanku ketika sudah membeli tiket pulang ke kampungnya lalu
berita itu datang. Terlebih, tanggal 27 Mei adalah hari pertama Ramadhan,
keinginan untuk berkumpul bersama keluarga lebih besar dan secara tidak
langsung merupakan suatu kewajiban bagi setiap insan yang menjalankan.
Singkat
cerita, aku berdiskusi dengan Chaca dan Nindy. Tekadku bertambah ketika mereka
menyambutku dengan senang hati saat mendengar rencanaku berkunjung kesana. Aku
sempat berpikir, “Toh, aku pun masih bisa kuliah di tanggal 26 Mei, terlepas
pagi atau siang kalau aku pergi ke Bandung.” Akhirnya, aku bertekad akan tetap
pergi ke Bandung tanggal 24 Mei walaupun jadwal tanggal 26 Mei belum tetap. Aku
bisa saja pulang di tanggal 25 Mei sore harinya jika jadwal tanggal 26 Mei
adalah pagi. Tetapi, itu semua tidak menjadi penghalang bagiku, aku harus tetap
ke Bandung.
24 Mei 2017
Alhamdulillah,
akhirnya aku berangkat ke Bandung tanggal 24 Mei siang harinya dan ada
barengannya. Haha. Gausah disebut lah ya bareng siapa, nanti ada yang geer.
Oke, skip!
Perjalanan
yang melelahkan tetapi menyenangkan. Hampir 7 jam untuk sampai di Leuwi
Panjang. Sampai di terminal, barengan gue ini ternyata di jemput. Sebut aja lah
ya. Iya, Bilfan dijemput orangtuanya. Sekitar jam 8 malam, kami singgah dulu di
rumah makan Ampera di daerah Soekarno-Hatta, lalu menuju rumah Bilfan. Di
rumahnya, Ifqa adiknya menyambutnya dengan bahagia walaupun awalnya ada drama
ala ala antara adik dan kakak itu. Hahaha. Selama kurang lebih 15 menit, selama
itu pula orangtuanya pun sedikit mengingatkan bahwa ini sudah malam dan
menyarankan untuk ke Jatinangor (kos Chaca) besok hari. Tetapi karena aku sudah
berjanji untuk ke kosan Chaca malam itu juga, akhirnya sesuai dengan kesepakatan,
Bilfan mengantarku ke kosan Chaca di Unpad Jatinangor.
Sekitar
30 menit lah ya, akhirnya aku sampai di Unpad! Ternyata Nindy udah dateng
duluan dan mereka menyambutku di depan Bale Pajajaran. Ah, kangen sekaliii!
Sekitar jam setengah 11 malam, kami bertiga sudah berkumpul di Asrama Pedca Unpad, kamar Chaca.
Pemandangan pertama saat masuk kamar Chaca adalah tugas praktikumnya. Haha,
dasar anak rajin! Tiba-tiba saja Nindy dan Chaca agak tergesa karena ada yang
datang. Disitu pun aku jadi tahu bahwa ada Rasut-nya Unpad yang buka 24 jam,
namanya Munjul. Nindy yang baru menerima pesanan makanannya, akhirnya makan.
Chaca yang memesan es jeruk, akhirnya aku minum. Loh? Iya, ternyata enak dan
belum sampai 30 menit Munjul mengantar pesanan Nindy dan Chaca, kita pesen es
jeruk lagi... Dan lucunya, si Munjul ini bales sms gini, “Ada lagi yang bisa
dibantu, biar sekalian.” Wkwk, maafkan kami Munjul, maafkan anak Bogor ini
lebih tepatnya.
Niat
hanya akan berujung niat. Niatnya tidur cepet supaya besoknya bangun pagi
dengan estimasi berangkat dari Unpad jam 7 pagi karena aku hanya punya satu
hari untuk eksplor Bandung. Tetapi, itu hanya menjadi sebuah niat dan tidak
direalisasikan, kecuali Nindy. Ini anak emang gampang banget meremnya. Sedangkan
aku dan Chaca, seperti yang selalu disukai Chaca, kita melakukan renungan
malam. Entah, ada saja obrolan, mulai dari kegiatan Chaca dari Senin-Jumat yang
dipenuhi tutor, makalah, open case, dan masih banyak lagi. Lalu, kegiatanku,
kisah menyenangkan dan menyedihkan ketika menjadi mahasiswi semester 4,
nyambung ke masalah personal hingga masalah hati. Beuh. Entah apa yang membuat
kita betah bertukar pendapat hingga waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. “Cha,
tidur cha.”
25 Mei 2017
Alhamdulillah
aku bangun jam 5 pagi. Karena aku sedang tidak sholat, jadi nekat aja langsung
masuk kamar mandi dan, byur! Aku lupa itu di Nangor dan lupa kalau masih
jam-jam subuh. Perfect! Dingin, bro, sist. Aku mulai yakin bahwa kami bisa
berangkat jam 7. Tetapi, pikiran itu buyar ketika melihat Nindy dan Chaca yang
masih tertidur pulas, meringkuk di balik selimut mereka masing-masing. Agak gak
tega, sih. Akhirnya jam 6, Nindy bangun. Dia masih konsultasi sama Uji,
sahabatnya di kampus, untuk menanyakan rute angkutan umum apa saja yang harus
kita naiki.
Oh
iya, sebelumnya mau memperkenalkan sahabat-sahabatku ini dulu. Pertama adalah
Annisa Permatahati a.k.a Chaca. Status dia sekarang adalah Mahasiswi Fakultas
Kedokteran Gigi di Universitas Padjadjaran Semester 4. Kedua adalah Nindya
Lestari, biasa dipanggil Nindy. Dia adalah Mahasiswi Teknik Lingkungan
Universitas Pasundan. Sayangnya, satu sahabatku tidak bisa ikut dikarenakan
kegiatan dia yang super duper sibuk banget sekali! Haha, namanya Nur Azizah
atau bisa dipanggil Izza, Mahasiswi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Sekampus tapi jarang ketemu karena kita beda dunia WKWK (karena SB kampusnya
bukan di dramaga, tapi di kota).
Setelah
semua selesai mandi dan makan bubur yang katanya terenak se-Jatinangor,
akhirnya kita cusss! Jam setengah 10, kita baru naik Travel Geulis. Travel
Geulis ini adalah travel Jatinangor-Dipati Ukur atau sebaliknya. Sistemnya bisa
pesan lewat sms atau langsung ke kantornya yang hanya sekitar 500 m dari
Gerbang Lama Unpad. Waktu berangkat setiap armada sudah ditentukan yaitu 30
menit sekali. Kalian butuh mengeluarkan biaya sebesar Rp 18.000,00 untuk satu
kali jalan. Ya, lumayan worth it lah, walaupun kalian juga bisa naik Damri
dengan harga Rp 7.000,00. Perjalanan harusnya hanya menghabiskan 45 menit kata
Chaca, tapi kalau lancar haha. Kenyataannya, perjalanan dari Unpad ke DU
menghabiskan waktu 1,5 jam karena macet.
Kami
turun dan lanjut naik angkot jurusan Riung – Dago untuk mencapai destinasi
pertama kita. Gedung Sate! Entah udah berapa abad pengen banget ke situ tapi belum
kesampean *lebaysih*. Finally, bareng mereka, aku bisa men-ceklis satu per satu
‘Place To Go’ hehe. Sampailah kami di Lapangan Gasibu yang menurutku bagus dan
enak banget buat jogging.
Tidak lama, kami pun sampai di depan seberang Gedung
Sate dan berfoto-foto ria disitu. Aku pun mengamati warga Bandung yang berlalu-lalang
di sekitaran Gasibu dan Gedung Sate. Ada yang sedang rapat, buka forum
komunitas atau apa itu soalnya rame banget, ada juga yang bersantai dengan
keluarga dan malah kami minta tolong untuk mengambil gambar kami di depan
Gedung Sate. Hehe. Mereka sangat ramah bahkan berusaha sebaik mungkin mengambil
gambar kami walaupun harus beberapa kali take.
Nuhun, Kang, Teh!
Dari
Gedung Sate, kami naik angkot jurusan Ciwastra menuju Overpass Antapani. Tempat
yang satu ini sudah lama juga ingin aku kunjungi karena desainnya yang unik
untuk seukuran jalan layang. Sesampainya
disana, kami tidak bisa eksplor terlalu banyak karena keterbatasan mobilisasi.
Setelah itu, kami membeli minum sebentar sembari Nindy memikirkan rute untuk ke
destinasi selanjutnya. Maafkan aku, Nin :(
Akhirnya, setelah diberi petunjuk sama penjaga warung
(sekali lagi terima kasih, kalian ramah sekali) kami naik angkot Riung – Dago lagi.
Di sinilah, aku dan kedua sahabatku bertemu dengan seorang ibu dan anaknya.
Beberapa pembicaraan yang dilakukan oleh mereka akhirnya menggerakkan hati
Chaca karena dia yang akhirnya membuka pembicaraan. “Anak ibu sakit?” tanya Chaca.
Ibu itu akhirnya menjelaskan bahwa anaknya memang sedang sakit dan itu yang
membuatnya sampai tidak bisa bicara. Kami pun akhirnya tahu bahwa ibu tersebut
berprofesi sebagai pemulung yang sudah ditinggal suaminya karena meninggal
beberapa tahun lalu. Beliau sendiri berasal dari Brebes dan ikut ke Bandung
karena almarhum suaminya. Beliau hanya berharap bisa membeli gerobak sampah
agar angkutan sampahnya lebih banyak dibanding hanya berupa tas gendong. Kami
pun terlibat dalam pembicaraan dengan beliau walaupun sebentar hingga akhirnya
kami turun di salah satu lampu merah karena harus berganti angkutan umum. Semoga
anaknya cepat sembuh, bu..
Kami berganti angkot jurusan Caheum – Ciroyom. Tidak
lama, kami akhirnya sampai di Teras Cikapundung. Ternyata lokasinya berdekatan
dengan Hotel Ciumbuleuit, hotel yang pernah aku sekeluarga kunjungi beberapa
tahun lalu. Bandung memang sudah berubah banyak. Hm. Pemandangannya menyejukkan
walaupun kami sampai hampir jam 1 siang. Chaca mencoba terapi ikan sedangkan
Nindy dengan rasa kagumnya berfoto dengan ular. Ah, mereka ini! Aku masih
terkesima dengan bagaimana Teras Cikapundung ini bisa sebesar dan menjadi daya
tarik wisata Bandung. Sekitar 1 jam kami bersantai di Cikapundung, kami pun
bersepakat menuju destinasi terakhir walaupun harusnya masih banyak list yang
harus dipenuhi.
Dengan angkot Riung – Dago, kami pun menuju tempat yang masih terbilang baru dan sangat viral di media sosial, Skywalk Cihampelas! Kang Emil ingin membuat para pedagang kaki lima memiliki tempat lebih nyaman. Dilengkapi dengan pos informasi, tangga akses, dan juga toilet difabel, Teras Cihampelas ini memiliki daya tarik tersendiri sehingga warga Bandung lebih memilih untuk berjalan santai di Skywalk ini dan membuat jalanan di bawahnya hanya penuh dengan kendaraan saja.
Karena kami tidak berbekal makan siang, kami pun
menuju tempat terdekat, yaitu Ciwalk untuk makan sejenak. Chaca ingin ke Warunk
Upnormal *walaupun di Bogor juga bentar lagi buka* tapi yaudahlah, akhirnya
kami kesitu. Makanannya unik walaupun bisa dibilang standar juga. Hanya dengan
mengisi perut dengan mie goring ala Warunk Upnormal, aku dan Nindy pun lanjut
ke Let’s Go Gelato tanpa Chaca. Maklumi saja anak kedokteran gigi yang satu
ini, besoknya dia harus mengumpulkan makalah dan bersiap menghadapi kelas
tutor! Semangat ya, Cha dan terima kasih banyak sudah menemaniku seharian!
Aku dan Nindy akhirnya duduk di salah satu rumah makan
cepat saji dengan es krim gelato di tangan *duh dasar, untungnya gak diusir*.
Kami mendapat promo loh di Let’s Go Gelato, karena mereka baru buka di Ciwalk,
jadi kita hanya membayar satu scoop small seharga Rp 15.000,00 tetapi dapat
gratis satu scoop lagi (padahal kalau 2 scoop harusnya Rp 25.000,00). Rezeki
anak Bogor yeah! Tidak terasa hampir 2 jam, aku dan Nindy ngobrol ngalor-ngidul
wkwk, kami pun memutuskan untuk menjelajah Ciwalk sembari membeli sedikit
cemilan untuk bekalku pulang besok dan membeli makan malamnya Nindy. Yesh,
akhirnya terpenuhi! Malam ini aku menginap di kosan Nindy di daerah Geger
Kalong Tengah.
26
Mei 2017
Alhamdulillah bisa bangun pagi. Lagi-lagi aku lupa
kalau aku sedang di Bandung dan lupa kalau aku mandi jam 4 pagi. Berasa mandi
pake es batu dong.. Bilfan dan aku sudah janjian untuk bertemu di Leuwi Panjang
agar bisa pulang bareng jam 6 pagi karena kami sama-sama ada jadwal kuliah
siang harinya. Nindy juga sudah bangun akhirnya jam 5 pagi menungguku sampai
berangkat. Luv you Nin! Wkwk jam 5 aku pesan ojek online, sebut saja Go-Jek
(cinta produk dalam negeri) menuju Terminal Leuwi Panjang. Tadinya estimasi
menuju Leuwi akan menghabiskan waktu sekitar 30 menitan lebih, ternyata 20
menit aku sudah duduk di salah satu kursi terminal. Terima kasih banyak Nindy
fotograferku selama di Bandung dan sudah menampungku di kosannya!
Orang Bandungnya sendiri malah belum dateng cc:
sepatahkata28.blogspot.com. Wkwk setelah Bilfan sampai, kita langsung naik MGI.
Ternyata bis nya kosong! Wkwk. Jam 6, bis berangkat dan alhamdulillahnya dalam
waktu 3,5 jam, aku sudah selamat sampai Bogor!
Aku senang walaupun hanya satu hari eksplor Bandung.
Big thanks to:
- Chaca
dan Nindy yang sudah susah payah meluangkan waktu, sampai-sampai Nindy survey Bandung
H-1 aku kesana. Huaaaa!
- Bilfan.
Walaupun ngeselin, udah jadi temen pulang-pergi dan bersedia nganterin sampai
Unpad. Makasih juga buat keluarganya karena menyambut dengan hangat waktu
sampai di rumah.
- Fauzi, sahabatnya Nindy yang udah baik hati mengarahkan rute perjalanan kami dengan angkot. Makasih banyak!
- Fauzi, sahabatnya Nindy yang udah baik hati mengarahkan rute perjalanan kami dengan angkot. Makasih banyak!
- Akang
dan Teteh di Gedung Sate yang bersedia foto kami bertiga
- Pak
Satpam yang memberi arah saat menuju ke Antapani
- Penjaga
warung dan kawan2 di Antapani saat kami mencari angkot menuju Teras Cikapundung
- Ibu
dan anak hebat saat di angkot menuju Teras Cikapundung
- Aa
di Teras Cikapundung yang sudah mengingatkan jangan duduk di batu-batuannya.
- Ibu-ibu
di Cikapundung yang memotivasiku untuk berani terapi ikan walau akhirnya aku
juga tak kunjung berani
- Last
but not least, Bapak Go-Jek, Pak Dadang, yang mengantar saya pagi-pagi ke Leuwi
Panjang dan bilang, “Hati-hati ya, neng. Selamat jalan.”
Melakukan perjalanan memang selalu menyenangkan,
terlebih jika ditemani dengan orang-orang tersayang dan yang selalu diharapkan
keberadaannya. Terima kasih, semua. Sampai jumpa lagi, Bandung!
Warga Bogor,
Raden Ajeng Faadhila Ramadhanti Mustikadewi
Warga Bogor,
Raden Ajeng Faadhila Ramadhanti Mustikadewi
Komentar
Posting Komentar